Senin, 19 Januari 2015

Sejarah Pendidikan Indonesia


           Pada kesempatan kali ini saya akan sedikit memberikan informasi tentang pengertian pendidikan serta sejarahnya di Indonesia. Sebelum kita membahas tentang sejarah-sejarah pendidikan di Indonesia, kita harus terlebih dahulu mengetahui pengertian dari pendidikan. Pendidikan adalah usaha / aktifitas mendapatkan ilmu dengan tujuan membina potensi-potensi yang ada pada diri orang tersebut.

          Pendidikan di Indonesia dimulai sejak dini dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) , Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) samapi Perguruan Tinggi. Jenjang pendidikan diatas kita lalui agar kita dapat menggali potensi yang ada didiri kita secara maksimal, sehingga kita dapat mengisi kemerdekaan NKRI.  

Sejarah Pendidikan Indonesia

A.   Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Portugis
          Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka juga menyebarkan agama Nasrani (Khatolik).

          Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa Latin. Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum.

          Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku. Missi ini adalah missi negara, artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari negara. Maka jatuhnya negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha-usaha pendidikan terpaksa harus dihentikan.

B.   Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Belanda
          Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru, yakni Belanda. Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda, yang telah bersatu dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan agama Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu agama Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.

          Sekolah pertama di Jakarta didirikan pada tahun 1617. Lima tahun kemudian sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Tujuan dari sekolah ini adalah menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap, yang kelak dapat dipekerjakan pada pemerintahan, administrasi dan gereja. Sampai tahun 1786 dipergunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Dalam abad ke-17 dan 18 pendidikan kejuruan tidak diselenggarakan. Inipun tidak mengherankan, kerena pengajaran Kompeni mempunyai dasar keagamaan. Pikiran, bahwa taraf ekonomi masyarakat dapat dinaikkan oleh pendidikan kejuruan, baru muncul dalam abad ke-19.

C.  Tanam Paksa dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia
            Dengan diangkatnya Van den Bosch sebagai Gubernur Jenderal kita memasuki masa baru pendidikan di Indonesia. Ia mendapat tugas, agar daerah jajahan disulap menjadi daerah yang memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi Belanda. Alat untuk mencapai tujuan itu adalah Cultuurstelsel atau tanam paksa.

              Van den Bosch mengerti, bahwa untuk memperbaiki stelsel pembangunan ekonomi (Bagi Belanda) dibutuhkan tenaga-tenaga “ahli” yang banyak. Maka mulai terasa kebutuhan akan sekolah yang harus menghasilkan buruh pegawai. Tetapi karena adanya kesulitan keuangan untuk Indonesia, pendirian sekolah itu terbatas sekali, meskipun hasil tanam paksa terus mengalir ke negeri Belanda dengan derasnya.
             
         Ketika itu karena banyak dibutuhkan tenaga-tenaga rendahan yang paham bahasa Belanda, didirikanlah sekolah istimewa yang mengajarkan bahasa Belanda. Sekolah itu  kita dapati di Ambon, Depok dan Magelang. Di samping itu, di Bandung, Magelang, Probolinggo dan Manado dibuka sekolah untuk anak-anak bangsawan yang dididik untuk menjadi pamong praja Indonesia. Di sekolah-sekolah “menak” itu juga diajarkan bahasa  Belanda. Pada tahun 1892 ada dua macam sekolah rendah, yaitu:
      1. Sekolah Kelas Dua
untuk anak rakyat biasa, lama pendidikan 3 tahun, pelajaran yang diberikan ialah berhitung, menulis dan membaca.
      2. Sekolah Kelas Satu
untuk anak pegawai pemerintahan Hindia Belanda, lama pendidikan pada mulanya 4 tahun, kemudian dijadikan 5 tahun dan akhirnya 7 tahun. Pelajaran yang diberikan ialah ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dan ilmu mengukur tanah.

D.  Penyelenggaraan Sekolah-Sekolah Bumiputera Sesudah 1850

              Selama PD I (1914-1918) di Indonesia terasa sekali kekurangan tenaga insinyur. Karena itu atas usaha direksi perkebunan dan perusahaan Belanda, pada tahun 1918 di Bandung didirikan Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch Indie (Lembaga Kerajaan untuk Pengajaran Tinggi Teknik di Hindia Belanda) yang membuka Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik).

              Di Jakarta pada tahun 1927 dibuka Geneeskindige Hooge School (Sekolah Dokter) yang pada tahun 1902 sekolah itu bernama School tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen (Sekolah Dokter Bumiputera), lama pendidikan 10 tahun. Untuk praktikum maka didirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan CBZ (sekarang RS Cipto Mangunkusumo).

E.   Pergerakkan Kemerdekaan
          Dengan bertambah meluasnya pendidikan di Indonesia pada abad ke-20, timbullah golongan baru dalam masyarakat di Indonesia, yaitu golongan cerdik pandai yang mendapat pendidikan Barat, tapi tidak mendapat tempat maupun perlakuan yang sewajarnya dalam masyarakat kolonial.

          Partai maupun pergerakan-pergerakan yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan agama seperti Sarekat Islam, ada yang berdasarkan sosial seperti Muhammadiyah, ada pula yang berazaskan kebangsaan, seperti Indische Partij, yang pertama sekali merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang diambil alih PNI dan diterjemahkan menjadi “Indonesia Merdeka” (1928).

F.   Kondisi Pendidikan Nasional Pada Masa Jepang
          Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942 – 17 Agustus 1945). Karena Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil dan pasir untuk pertahanan. Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan. Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan perang.

G.  Kondisi Pendidikan Nasional Zaman Kemerdekaan, Orde Baru sampai Reformasi
      
      1.    Zaman Kemerdekaan
     Upaya pemerintahan Indonesia di bidang pendidikan awal kemerdekaan ialah mengangkat tokoh pendidik yang telah berjasa pada masa kolonial seperti Ki Hadjar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van Phuysen.   
      2.    Zaman Orde Baru
   Pemerintahan Orde Baru dengan tokoh-tokoh teknokrat dalam pucuk pimpinan pemerintahan melancarkan usaha pembangunan terencana dalam Pelita I sampai Pelita II, III dan seterusnya.
      3.    Zaman Reformasi
     Pada era pemerintahan Habibie yang masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada masa pemerintahan Megawati terjadi beberapa perubahan tatanan pendidikan, antara lain: 
a)  Diubahnya kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2000 dan akhirnya  disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan 3 aspek utama, antara lain aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. 
b)    Pada 8 Juli 2003 disahkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung HAM.
         
     Tujuan pendidikan KTSP:
a)   Untuk pendidikan dasar, di antaranya meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b)   Untuk pendidikan menengah, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c)    Untuk pendidikan menengah kejuruan, meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Tokoh Pendidikan

A.   Ki Hadjar Dewantara
          Ki Hadjar De­wantara pulang ke Tanah Air pada tahun 1918 setelah menempuh studinya di Belanda. Empat tahun ke­mudian, tokoh yang tak bisa menyelesaikan pendidikan kedokteran di STOVIA ka­rena sakit ini baru bisa mewujudkan semua gaga­sannya tentang dunia pen­didikan dengan men­dirikan National Onderwijs Instituut Taman Siswa pada 3 Juli 1932 di Yogyakarta.

          Perguruan bercorak na­sional ini sangat menekankan rasa kebangsaan agar siswa mencintai bangsa dan tanah air, sehingga tergerak untuk berjuang meraih kemerdekaan. Dari tahun ke tahun, Taman Siswa terus menggeliat. Jum­lah muridnya terus bertam­bah. Artinya, semakin banyak pula rakyat Indonesia yang pikirannya terbuka. Melihat kiprah Ki Hadjar Dewan­tara yang terus berkembang, pemerintah kolo­nial Belanda kembali resah. Jalan pintas diambil: Taman Siswa mesti diberangus. Caranya, dengan mener­bitkan ordonansi sekolah liar pada 1 Oktober 1932. Namun, berkat kegigihan Ki Hadjar Dewan­tara, bukannya Taman Siswa yang bubar, melainkan justru ordo­nansi itulah yang akhirnya dicabut.

          Ketika Jepang masuk menggantikan pemerintahan Hindia Belanda 1942, Ki Hadjar Dewan­tara tak henti berjuang lewat politik dan pendidikan. Bersama beberapa tokoh nasional pada saat itu, Ki Hadjar duduk sebagai salah seorang pimpinan Putera. Dedikasi panjangnya ter­hadap dunia pendidikan me­ngan­tarkan Ki Hadjar menjadi Menteri Pendidikan, Penga­jaran, dan Kebudayaan per­tama setelah Indonesia mer­deka.

          Penyandang gelar doctor honoriscausa dari Universitas Gadjah Mada pada 1957 ini mengenalkan konsep orde en vreden (tertib dan damai), dengan bertumpu pada prinsip pertumbuhan menurut kodrat. Konsep inilah yang kemudian terkenal dengan metode Among, dengan trilogi peran kepemimpinan pendidik, yaitu tut wuri handayani (guru hanya membimbing dari belakang dan mengingatkan jika tindakan siswa membahayakan), ing madya mangun karsa (mem­bangkitkan semangat dan memberikan motivasi), dan ing ngarsa sung tulada (selalu menjadi contoh dalam perilaku dan ucapan).


Sumber :

https://www.academia.edu/3742223/Sejarah_Pendidikan_Indonesia